Minggu, 22 Januari 2012

Saat-saat Latihan

Banyak cerita saat latihan...
aku pernah menagis, tertawa, kesal, dan tersenyum karena mereka,
Yah, yang sangat aku sukai adalah melihat mereka tersenyum & tertawa, yang paling membuatku sakit adalah saat melihat mereka kelelahan & sakit, saat-saat yang paling membuatku kacau adalah saat memikirkan mereka...
Ya Allah, kapan aku bisa seperti ini dengan Feromon? kapan lagi dengan mereka?
Dongsang (adik), Hyung (panggilan pada beberapa orang yang penting di hidupku) mianhae (maaf), kalian pasti lelah...
aku pasti akan merindukan saat-saat ini... kuharap kalian juga. hahaha... tak mungkin ya, kalian pasti takkan merindukan saat kalian harus tidur malam-malam karena masih ada tugas untuk dikerjakan, menghapal pelajaran yang besok akan diulangkan. mengingat subuh yang habis untuk tidur... 
Yah, kalian pasti menderita~
Tapi bagiku, saat subuh yang kuhabiskan untuk tidur kadang malah tak terbangun, tiap hari tidur lewat tengah malam karena tugas dan ulangan menanti, kadang tidur saat pelajaran berlangsung, dan saat TO pun aku tak mampu menahannya untuk tidak tidur~ 
tak perlu dibilang apa yang kupinta saat berdoa...
jinja, ini mengesankan.
Terima kasih, Gamsahamnida untuk kalian yang telah meluangkan waktu untuk ini, memberi kesan dalam hidupku, aku pun telah menulis kalian dalam diari hidupku ^^
Hyung-hyungku kalian telah memberiku semangat dan tumpuan saat aku benar-benar butuh. Aku ingin melihat senyum kalian...
Reader, terima kasih. ini hanya curahan hatikyu yang sama sekali tak harus kalian baca. terima kasih jika kalian mengerti. aku hanya ingin semua tahu sebenarnya isi hatiku... tak tahu lagi bagaimana caranya, mau bilang langsung (haaah~ pasti susah)

Oh, congratulation buat adik-adikku kalian mendapat hasil yang keren sesuai dengan usaha kalian selama ini... ^^

Sabtu, 21 Januari 2012

Untuk.... Seonchan

Cerita Kebohonganku


Cahaya bulan masuk kekamarku dari jendela yang aku buka lebar. Aku hanya menatap buku yang terkena cahaya bulan enggan menyentuhnya. Udara kamarku panas dan pengap memaksa keringatku keluar menambah kebosananku berada di dalam kamar. Sepi, kamarku memang terletak di ujung asrama sekolah ini. Aku beranjak menarik jaket dan jilbabku kemudian memakainya sambil berjalan berharap menemukan obat bosan.
“Laptop.” ucapku lirih sambil terus menuruni tangga. “Biasanya ada… Seonchan!” terpaku, tubuhku langsung terhenyak melihat seseorang yang tersenyum mirip dengan Seonchan Idolaku. Aku berjalan menjauh tanpa menoleh ke arahnya kakiku berjalan menelusuri setap anak tangga menuju perpus lantai 2. Aku menghentikan langkahku  pikiranku berkecamuk. Aku menyadari kesalahanku, hanya saja aku tak dapat merelakannya.
*****
Kakiku melangkah cepat ke arah musolah, bukan karena terlambat, tetapi karena aku ingin melihat pria itu lebih lama dari biasanya. Entah sejak kapan aku sering memperhatikannya, mungkin karena aku baru menyadari kemiripannya dengan Seonchan. Aku menoleh kesamping, kudapati seorang gadis imut karena pipinya yang bulat.
“Hyung, masih sixpack perutmu?” ledekku. Dia hanya tersenyum masam. Aku terkekeh.
“Kau ini!” katanya kemudian.
“Hyung perhatikan anak itu. Dia, mirip dengan Seonchan. Ehm, itu hanya menurutku saja.” ungkapku saat menunjuk adik kelas kesayanganku.
“Ha, Edo derian?” aku mengangguk. “Hm… benar juga, kalau kuperhatikan memang mirip. Benar, mereka mirip!” katanya pada akhirnya. Aku hanya tersenyum sambil terus memperhatikan tingkah lelaki bernama Edo derian itu. Dia lucu sekali. >///<
Aku bertanya pada semua hyung-hyungku tentang dia dan Seonchan. Aku masih tidak percaya dan tidak yakin dengan pendapatku. Semuanya berkata mirip, membuat aku semakin yakin untuk mendekatinya. Suatu malam aku benar-benar melakukannya.
“Do, kakak ini mau bicara.” ucap Viona membantuku.
“Apa kak?” dia berjalan mendekat. Langkahnya lebih lambat dari pada ritme jantungku saat ini. Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya. Percakapan yang singkat namun berarti bagiku.
*****
Kemudian aku mulai bercerita pada hyungku yang sebenarnya dongsaengku. Dia Cloud yang kocak dengan tingkahnya yang senantiasa membuat aku menggeleng-gelengkan kepala.
“Baca ini, akan aku berikan padanya.” Kata Zilla hyung sambil menyodorkan selembar kertas padaku.
“Terserah saja.” jawabku merasa tak terlibat.
Zilla menerima balasan surat itu kemudian memberikannya padaku. Tulisannya rapi untuk ukuran lelaki seperti dia, tinta biru, dan ada RS dibelakangnya. Aku menahan senyumku di depan Zilla hyung sambil berlalu membawa kertas itu.
Surat berikutnya telah siap terlihat dari Zilla hyung yang menenteng benda itu sambil berjalan mendekatiku.
“Myeo, berikan foto Seonchan padaku.” perintahnya.
“Buat apa? Ani, aku hanya punya satu itu pun kertas biasa.” tolakku cepat.
“Untuk Echan (sebutan untuknya di dapat dari gabungan nama Edo dan Seonchan). Ayolah, tunjukkan padanya seperti apa Seonchan itu.”
“Aish… Ini!” aku menyerahkan foto Seonchan dengan berat hati. Zilla hyung tersenyum puas.
Dua hari berlalu dia tak kunjung membalas surat dari Zilla hyung. Kami pun sudah bosan menunggu terlebih lagi Zilla hyung terhadap sikap Echan yang terkesan takut pada hyung. Dia lebih memilih mundur dan tak lagi ingin melanjutkan permainan ini.
Malam ini malam sabtu, aku keluar bersama Zilla, Noa dan Aika hyung. Tiba-tiba dari arah seberang seseorang berjalan kearah kami dan mengambil Aika hyung, jelas saja dia pacar Aika hyung. Aku dan dua orang hyungku kembali  berjalan keluar kantin. Begitu keluar, mataku langsung tertuju pada pria berpakaian serba hitam yang berjalan melintasi kami. Jalannya benar-benar mirip, caranya berpakaian malam ini mirip Seonchan di sebuah acara. Melihatnya saja sudah membuatku kacau begini. Cepat-cepat aku beranjak dan mengajak kedua hyungku itu duduk.
“Edo, come here!” sialnya Zilla hyung malah memanggilnya.
“Apa kak?” kataya begitu datang dan duduk disampingku.
Tuhan tolong aku” jerit hatiku. Rasanya muka ini sudah panas. Dapat kulihat dari ekor mataku Noa hyung tersenyum melihat tingkahku. Aku lebih gugup lagi menghadapi Noa saat itu.
“Mengapa tak kau balas?” tanya Zilla tanpa basa basi.
“Tangan Edo sakit, kak.” Echan menjawab takut-takut.
“sakit apanya?” tanya Zilla hyung sinis. Aku hanya tersenyum melihatnya marah pada Echan, terasa aneh jika dia tak marah-marah begitu pada Echan, padahal pada orang lain dia tak pernah seperti itu.
“Bengkak, kemarin jatuh saat bermain bola.” jawab Echan penuh pembelaan.
“Oh, bagaimana apa fotonya, benar mirip, kan?”
“Ini, sama sekali tidak mirip kak!” katanya saat mengamati foto Seonchan yang di keluarkan dari dompetnya.
“Hm… yang ini memang kurang mirip. Tapi kalian memang mirip!” ucap Zilla penuh penegasan. Kami hanya mengangguk-angguk. Kemudian, Aku berpaling melihat Noa hyung berbicara denga yusra adiknya. Tampaknya pembicaraannya serius.
Sedangkan Zilla hyung diganggu oleh Roni, adik kelas kami. Namun, aku dan dia hanya diam sesekali dia tersenyum oleh kedua percakapan itu. Rubik, itulah yang selalu dimainkannya kalau saja bisa, sudah kumakan barang kubus itu. Dia mengacuhkanku dan sibuk dengan rubiknya, gilanya juga sama dengan Seonchan kalau sudah berurusan dengan PSP. (Pease Seonchan Oppa , Echan!!! Jebal~)
Bebrapa hari berlalu, aku kembali teringat perkataan dongahe beberapa waktu lalu.
“Jadi menurut hyung, aku suka padanya?”
“Hm… mungkin seperti itu. Bagaimana ya? Begini saat kau bertemu dengannya kau tersa beda Myeo, terlihat dari caramu menatapnya.” jelas Noa hyung saat memberi servise.
“Haha, hyung! Aku hanya canggung saja. Begini, saat aku bersamamu rasanya sama saat aku bersama dia. Apa itu artinya aku juga suka denganmu hyung?” elakku.
“Aish… jangan sampai!” katanya jijik. Aku terkekeh melihat tingkahnya.
Bagaimana jika yang dia katakan itu benar, itu tidak boleh. Hatiku menolak pernyataan itu. Aku mencoba memastikan hatiku, “ajak dia bermain raket” hatiku berbicara. Segera aku mencari Rara temanku dia bisa membantuku untuk memanggilkan Echan.
“baiklah, tapi traktir.” tawarnya.
“Gampanglah, yang penting dia mau.” ucapku ringan.
Segera Rara memanggil Echan. Entah mengapa aku sama sekali tak berani memanggilnya. Begitu Echan menyeujui 10.000 ku melayang di tangan Rara.
“Tapi, di sana banyak orang main.”
“Lalu?”
“Edo nggak bisa main.” katanya dengan malas.
“Tak apa, ayolah.” paksaku.
“Hm… baiklah.” katanya akhirnya setuju. Dia berjalan mendahuluiku.
“begini saja?” tanyaku tak yakin dengan penampilannya.
“Ya.” jawabnya santai. Aku melangkah sambil menggeleng-gelngkan kepalaku. Aku tak percaya sekarang aku berjalan disampingnya hanya berdua, sebentar lagi aku akan bermain dengannnya. Namun…
“Apa orang bilang, nggak percaya.” ungkapnya. “Tega sekali kau berbicara begitu, aku ini sunbaemu!” namun tak kukemukakan.
“Yah~” aku  menghela napas.
“Lalu bagaimana?” tanyanya santai. “Sirreo, sirreo! Aku tak mau membuang kesempatan ini, kapan lagi? Aku akan sibuk bimbingan.” aku berpikir sejenak.
“Kakak bosan diasrama.” kataku lirih namun dapat didengar.
“Baiklah, kita jalan saja.” katanya sambil berjalan. Aku tersenyum sambil membelakanginya. “Aduh, aku sungguh agresif kalau dengannya. Bodoh! Tapi tak apa-apalah, gamenya asyik.” sesalku.
Berbagai cerita yang kami kemukakan, dia tersenyum, cemberut, tertawa, heran, dingin dan banyak lagi. Hari ini aku melihat berbagai expresinya dari air mukanya yang datar sehari-hari, saat itu aku tak ingin mengalihkan sedetikpun mataku darinya, apalagi gerimis mengelilingi kami menambah serunya hari ini.
*****
Ini semakin mengasyikkan, aku tak berniat sedikitpun untuk memberitahukan identitasku yang sebenarnya pada Echan. Aku sebagai Myeo dan Seonchan Lovers. Hari ini aku meulis sendiri surat untuknya, tertanda Seonchan Lovers begitu kataku aku sebagai Myeo harus memberikan surat dari Seonchan Lovers ini. “ini menjijikkan, apa sih yang kulakukan?” aku menggeleng-geleng sendiri, namun aku penasaran dengan tanggapannya terhadap surat ini.
Beberapa hari berikutnya surat balasan telah ditanganku. Aku membawanya ke kamar. Begitu sampa di kamar aku melempar tasku ke sembarang tempat dan menghampiri kasurku tanpa peduli pada penghuni kama ini. Aku langsung membuka surat itu dan membacanya dengan seksama.
“Dia balas apa?” tanya Hyera hyung teman sekamarku yang sedari tadi menatap apa yang kulakukan. Aku diam sejenak.
“Dia… baik sekali.” kataku setelah lama terdiam. “Ini diluar dugaanku, mbak.” jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari surat itu. Hyera hyung menggeleng-geleng.
“Kamu tuh jangan mainin orang seperti itu lah.” bahasa slengnya keluar.
“Ya, tapi aku sudah terlanjur, mbak. Awalnya juga nggak ada niat.” aku menatapnya.
“Ya sudah. Sekarang  beritahu dia yang sebenarnya.”
“Kalau dia menjauh bagaimana? Tapi itu memang sudah menjadi konskuensi.” aku mengalihkan pandanganku ke luar ruangan.
“Terserahlah, aku tak ikut-ikut.” wanita modis itu kembali focus pada pekerjaannya. Aku tak mengubris perkataanya lagi.
Aku berpikir sepanjang malam, hingga pagi, hingga malam lagi. Hanya satu yang kudapat “saat aku memberitahukan dia kebenaran ini, aku harus terima apapun keputusannya.” Sudah kuputuskan malam ini akan kutemui dia. Aku berjalan ke asrama putra sambil tertunduk. Aku memanggilnya dan dia turun menemuiku. Dapat kurasakan auranya yang kini telah berada dihadapanku.
“Ada apa?” tanya Echan singkat. Aku menoleh padanya sebentar kemudian kembali menunduk. “Ada apa, tidak seperti biasanya akhir-akhir ini kakak terlihat tak bersemangat?” tanyanya. Aku terkejut mendengar kata-katanya, namun ekspresiku tertahan oleh kebimbangan yang memenuhi otakku saat ini.
“Kakak mau minta tolong.” ungkapku yang sedari tadi hanya terdiam.
“Minta tolong apa?”
“Apa besok ada ulangan atau PA?” tanyaku basa-basi, sebenarnya telah kutanyakan pada teman sekelasanya dan kupastikan dia tidak ada ulangan atau PA.
“Tidak ada.” jawabnya.
“Sebaiknya tidak di sini. Di kelas saja.” ucapku sambil berjalan. Dia mengikutiku dari belakang.
“Ada apa sih, kak?” tanyanya duluan saat kami telah sampai. Aku hanya diam mencari posisi di kelas. Aku dan dia duduk berhadapan. Dengan ragu-ragu aku mengangkat mukaku.
“Boleh kakak menangis?” tanyaku seraya menutup mukaku dengan kedua tangan. “ya Allah, bagaimana caranya aku mengatakan ini padanya?” aku menangis saja. “Aish, kenapa juga aku menangis? Tapi jeongmal tak tahan lagi!” Setelah beberapa lama, aku mengusap air mataku dan mengangkat mukaku sambil tersenyum malu padanya.
“kakak kenapa?” dia melontarkan pertanyaan.
“Ntah, kakak juga tak tahu kenapa kakak menangis.” kami saling diam. “Sebenarnya kakak bingung dengan….” percakapan itu berlanjut beberapa jam kedepan. Dimataku dia lebih dewasa dibandingkan aku. Caranya mengungkapkan sesuatu berbeda, bagai seorang psikolog dia mengobati hatiku yang beku. Hatiku yang saat itu bimbang denga rinduku yang sangat pada Papa dan Mama. Tak kalah pentingnya, penyesalanku yang tak mampu aku pendam lagi tentang sahabatku yang menurutku sempurna sebagai sahabat. Sebenarnya aku mendatangi dia pun karena aku bingung hendak bercerita pada siapa. Akhirnya hanya itu yang keluar, pengakuan itu pun hilang sering responnya yang membuatku tertegun. “Maafkan aku chingu” sesalku.
*****
Beberapa minggu berlalu, hari ini aku latihan Karate sepertinya kami latihan fisik, karena injak-injak perut gitu. Aku memilih barisan belakan dan alhasil aku tak dapat pasangan. Echan, aku gugup saat dia berjalan mendekat karena dialah pasanganku kali ini. “jeongmaliya~” berbagai macam latihan mulai dari sit up sampai yang aku tak tahu apa namanya ^.^ hehe… banyak yang terjadi namun yah, “Pendeknya…” kata itu terus berputar di otakku . “Aish…dasar!” kesalku.
1 muharam, kami merayakannya dengan berbagai macam perlombaan. Jinja~ dia main drama. Sepanjang acara kameraku tak beralih darinya. Aku punya misi baru yaitu menjadi stalker dan mengambil foto-foto dirinya. Aku memang telah memperlakukannya selayaknya dia sebagai Seonchan Oppa. Ceritanya sama lagi dengan Seonchan Oppa, kecelakaan dan hampir mati. Mirip lagi.
*****
 “Hyung, aku harus memberi tahukan padanya sekarang.”
“Ya, kau harus melakukannya. Dia pernah mengatakan ‘Jadi kalian asyik dengan Edo karena Edo mirip dengan Seonchan?’ hyung lihat dia benar-benar marah.” Zilla hyung mendeskripsikan plus ekspresi lebainya.
“Benarkah? hm… ya dia baik sekali. Aku ini benar-benar bodoh.”
“Bicaralah pelan-pelann padanya, hyung rasa dia akan mengerti.” sarannya.
“Tapi aku kacau sekali kalau bicara. Aku ingin membuatkannya cerpen.” kataku mantap.
“Apa? Kau ini aneh…” kembali dia mengatakan itu padaku.
“Aku hanya ingin dia tahu semuanya.” kataku disertai kekehannya. Aku hanya melihatnya heran. Dia menarik tanganku dan  kami pun kembali ke asrama.
Aku menatap Aika hyung teman baik yang kuceritakan pada Echan waktu itu. Sperti biasa, dia tetap kelihatan cantik walau tanpa lukisan diwajahnya. Aroma khasnya tercium saat dia mendekat padaku.
“You have tell him the truth.” ucapnya sambil tersenyum padaku. Aku mengangguk lalu mengalihkan pandanganku pada Echan. Belakangan dia terlihat lebih mirip dengan Seonchan Oppa karna rambutnya yang sedikit lebih panjang. Aku menutup kedua mataku “Aku harus bisa menghilangkan image Seonchan Oppa padanya.” Batinku menegaskan.
*****
Aku mendekati sosok yang kusebut Echan itu dengan penuh keyakinan. Aku menjauhkannya dari keramaian. Aku tak langsung mengatakan maksudku padanya, aku terlalu gugup. Dia hanya diam. Aku pun diam, ingin sekali aku menatap wajahnya sekarang namun itu terlalu berani bagiku. Tapi, ini latihan terakhirku, ini kali terakhir aku dapat seperti ini jika dia marah padanya. Aku takkan bisa melihat dengan leluasa ekspresi wajahnya yang mirip sekali dengan ekspres yang dipancarkan Seonchan oppa.
“Echan, mau membaca ini?” aku memberikan cerpen itu padanya. Dia menerimanya dan membacanya. Aku memperhatikan setiap  air mukanya yang berubah saat membaca. Kini aku serahkan padamu, maukah kau maafkan Ia?






Jeongmal mianhae… untuk Rikyu a.k.a Seonchan, endingnya ga' tepat... soalnya ini perkiraan. sekarang Rikyu sudah tahu kebenarannya~
Maafkan Ia

ditulis tangan : 31 des 2011